24 Februari 2009

Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah (Jamaal Abdur Rahman)

“Hai anak muda, sesungguhnya aku akan memberimu beberapa pelajaran, yaitu : peliharalah Allah, niscaya Dia akan balas memeliharamu; peliharalah Allah, niscaya kamu akan menjumpai-Nya di hadapanmu; jika kamu meminta, mintalah kepada Allah; dan jika kamu memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya andaikata seluruh umat bersatu-padu untuk memberi suatu manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan dapat memberikannya kepadamu, kecuali sesuatu yang telah ditaqdirkan oleh Allah kepadamu; dan andaikata mereka bersatu-padu untuk menimpakan suatu bahaya kepadamu, niscaya mereka tidak akan dapat membahayakanmu, kecuali sesuatu yang telah ditaqdirkan oleh Allah bagimu. Qalam telah diangkat dan lembaran catatan telah mengering” (Tirmidzi, Kitabu Shifatil Qiyamah 2440, dan Ahmad, Musnad Bani Hasyim 2537)

… Beliau SAW tidak pernah banyak melakukan teguran terhadap anak dan tidak pula banyak mencela sikap apapun yang dilakkan oleh anak. Tidaklah sekali-kali Nabi SAW mengambil sikap ini, melainkan untuk menanamkan dalam jiwa anak perasaan punya malu serta menumbuhkan keutamaan sikap mawas diri dan ketelitian yang berkaitan erat dengan dengan akhlaq yang mulia.

“Jangan anda banayak mengarahkan anak didik anda dengan celaan setiap saat, karena sesungguhnya yang bersangkutan akan menjadi terbiasa dengan celaan. Akhirnya, ia akan tambah berani melakukan keburukan dan nasihat pun tidak dapat mengarahkan hatinya lagi. Hendaklah seorang pendidik selalu bersikap menjaga wibawa dalam berbicara dengan anak didiknya. Untuk itu, janganlah ia sering mencelanya, kecuali hanya sesekali saja, dan hendaknya sang ibu mempertakuti anaknya dengan ayahnya serta membantu sang ayah mencegah anak dari melakukan keburukan” (Al- Imam Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin juz 3)

Bukan merupakan suatu kekurangan
Bagi seorang hamba yang bertaqwa
Untuk menjadi tukang jahit atau tukang bekam
Jika benar dalam ketaqwaannya

… Orang yang paling enak kesudahannya adalah orang yang paling lelah dan orang yang paling lelah permulaannya adalah orang yang paling senang kesudahannya. Kejayaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat tidaklah dapat diraih, kecuali melalui jembatan jerih-payah yang melelahkan. (Tuhfatul Maudud, hlm. 195).

“Menuntut ilmu wajib atas setiap orang muslim dan orang yang mengajarkan ilmu bukan kepada orang yang berhak menerimanya sama dengan orang yang mengalungkan permata, mutiara dan emas kepada babi” (Ibnu Majah, Kitabul Muqaddimah 220)

“Apabila sang anak telah siap untuk menerima pelajaran dan telah mulai dapat memahami pembicaraan, maka dimulailah penuangan pelajaran Al-Quran dengan memperagakan kepadanya cara mengucapkan huruf hijaiyah yang benar, kemudian diajarkan pula kepadanya pokok-pokok pelajaran agama” (Ibnu Sina, As-Siyaah)

Pesan Al-Ghazali kepada penuntut ilmu
1. Diwajibkan atas orang yang menuntut ilmu untuk menghiasi dirinya dengan akhlaq yang mulia dan menjauhi pekerti yang buruk, sepeti emosional, memperturutkan nafsu birahi, dengki. Iri hati, sombong dan besar diri.
2. Diwajibkan bagi penuntut ilmu untuk meminimalisir kesibukannya dan hal-hal yang dapat memalingkan dirinya dari meraih ilmu dan mengonsentrasikan waktu untuknya, karena Allah tidak menjadikan dua hati dalam rongga seseorang.
3. Seseorang yang sedang belajar tidak boleh bersikap sombong dengan ilmunya dan tidak boleh mejerumuskan pengajarnya, tetapi harus patuh kepada nasihatnya sebagaimana pasien yang jahil mematuhi dokter yang merawatnya dengan penuh kasih sayang lagi sangat mengharapkan kesembuhannya dalam waktu yang singkat.
4. Janganlah seorang penuntut ilmu membiarkan suatu bidang ilmu yang terpuji dan jangan pula suatu cabangpun diantara cabang-cabangnya, melainkan harus diperhatikan dengan baik olehnya maksud dan tujuannya serta kesimpulan akhirnya.
5. Janganlah seorang yang sedang menuntut suatu bidang ilmu pengetahuan mempelajarinya dengan sekaligus, melainkan harus tetrtib dan memulainya dari bagian yang paling penting.
6. Janganlah seorang penuntut ilmu beralih ke bidang lain sebelum menguasai bidang yang sebelumnya, karena sesungguhnya ilmu penegetrahuan itu ada tertib urutannya yang harus diperhatikan, sebagaian diantaranya merupakan pembuka jalan bagi sebagian yang lain.
7. Ilmu yang paling mulia adalah ilmu tentang Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya, serta ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya dengan ilmu-ilmu tersebut.
8. Hendaknya niat sang pelajar saat sedang menuntut ilmunya adalah untuk menghiasi batinnya dan memeprindahnya denga keutamaan, sedang pada masa mendatang akan menjadi sarana baginya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kewajiban seorang guru kepada murid-muridnya
1. Sayang kepada murid-muridnya dan memperlakukan sebagaimana kepada anak-anaknya sendiri.
2. Mengajar bukan karena tujuan ingin mendapatkan imbalan dan bukan pula karena mengharapkan ucapan terima kasih, melainkan dengan niat hanya karena Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
3. Tidak seganpsegan untuk memberikan nasihat kepada murid, bahkan setiap saat diambilnya sebagai kesempatan untuk memberikan nasihat dan dan bimbingan kepada muridnya.
4. Memperingatkan murid akan akhlaq yang buruk sebisa mungkin dengan ungkapan sindiran, tidak secara terang-terangan, dan dengan ungkapan yang lembut, penuh kasih sayang, bukan dengan ungkpan celaan.
5. Dalam memberikan pelajaran, harus memperhatikan kemampuan daya tangkap para murid dan berbicara kepada mereka sesuai dengan tingkat kecerdasannya.
6. Tidak menjelek-jelekkan pengetahuan orang lain dihadapan para murid, tetapi harus mengembangkan metoda belajar yang dapat menjangkau disiplin ilmu yang ada di luar mata pelajaran yang diberikan.
7. Dianjurkan saat memberikan pelajaran kepada murid yang lemah daya tangkapnya memakai penjelasan yang sangat gamblang sesuai dengan kondisinya dan tidak menyebutkan kepadanya bahwa dibalik itu ada keterangan detail yang tidak diterangkan kepadanya, agar tidak membuatnya takut dan akalnya menjadi guncang karenanya.
8. Hendaknya sang guru mengamalkan ilmunya, tidak sampai ucapannya mendustakan perbuatannya.

… Selanjutnya ‘Atha menceritakan bahwa ia bersua dengan Al-Walid nin ‘Ubadah bin Ash-Shamit, seorang sahabat Rasul SAW, lalu menanyakan kepadanya “Apakah yang telah diwasiatkan oleh ayahmu saat menjelang kematiannya?” Al-Walid menjawab “ bahwa ayahnya memanggilnya, lalu berpesan kepadanya “Wahai anakku, bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya engkau masih belum bertaqwa kepada Allah sebelum beriman kepada Allah dan beriman kepada taqdir semuanya, yang baiknya dan yang buruknya, bahwa semua itu dari Allah belaka. Jika engkau mati dalam keadaan selain dari itu, niscaya enkau akan masuk neraka, karena sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya mula-mula sesuatu yang diciptakan oleh Allah adalah Al-Qalam, lalu Allah berfirman: ‘Tulislah!’ Al-Qalam bertanya: ‘Apakah yang harus saya tulis?’ Allah berfirman ‘Tulislah taqdir segala sesuatu yang terjadi dan segala sesuatu yang akan terjadi pada masa mendatang buat selamanya!’ “ (Tirmidzi, Kitabul Qodar 3081. Ia mengatakan hadits ini hasan shahih gharib)

Menurut riwayat lain, bahwa ‘Ubadah ibnush Shamit mengatakan kepada anaknya “Hai anakku, sesungguhnya engkau masih belum merasakan hakikat iman sebelum engkau meyakini bahwa apa saja yang menimpa dirimu bukanlah karena nyasar menimpamu dan apa saja yang luput darimu karena memang bukan untuk mengenai dirimu” (Abu Dawud, Kitabus Sunnah 4087)

… Nabi SAW pun berdiri dan mengucapkan khutbahnya : “Hai manusia, sesungguhnya yang membuat sesat orang-orang sebelum kalian hanyalah karena apabila orang terpandang dari mereka melakukan tindak pidana pencurian, mereka membiarkannya; tetapi apabila yang melakukannya adalah oarng yang lemah dari mereka, maka mereka menghukumnya. Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad melakukan pencurian, niscaya Muhammad akan memotong tangannya” (Bukhari, Kitabul Hudud 6290)

Pesan Luqman
1. “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya pada waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar” (QS. Luqman (31) : 13)
2. “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau didalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahu” (QS. Luqman (31) : 16)
3. “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS. Luqman (31) : 17)
4. “Dan kamu janganlah memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak mneyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman (31) : 18)
5. “Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman (31) : 19)

Sesungguhnya hal yang mula-mula diprioritaskan oleh sistem pendidikan islam adalah menuangkan materi pelajaran agama, pendidikan akhlaq, dan kerohanian, kemudian barulah memperhatikan pengisian bidang mata pelajaran umum.

Perbedaan yang paling signifikan antara sistem pendidikan islam dan sistem pendidikan masa kini ialah kalau pendidikan islam bersifat idealisme dengan sasaran utamanya adalah sisi kerohanian dan pendidikan akhlaq yang utuh. Berbeda halnya dengan sistem pendidikan masa kini yang tujuan utamanya benar-benar telah dikuasai oleh sisi materi dan keduniawian. Perjuangan dan minat untuk belajar kian sengit dalam persaingannya demi meraih pekerjaan dan materi, sehingga kemauan untuk mengadakan penelitian melemah dan produk ilmiah makin langka, selanjutnya menjadi pupuslah kesucian ilmu dan kebesaran ulama.

Sikap kaum muslim dalam menuntut ilmu dan belajar tidak bertujuan mencari pangkat, kedudukan, pekerjaan, atau materi, tetapi mereka mempelajari ilmu semata-mata karena kecintaan kepada ilmu itu sendiri sebagai sarana untuk meraih ridha Allah.

4 komentar:

  1. mksih atas informasinya yah :)
    semoga kita dapat berteman :)

    BalasHapus
  2. Adakah ini yang menginspirasi sdit tunas bangsa mendatangkan mbah hajah neno warisman? kok enggak yang ini saja yang jadi pembicara :((

    BalasHapus
  3. @ Fadly
    Insya alloh kita selalu berteman...

    @ jangkrik ngerik
    Aku jadi malu... La wong ngaji aja belum tartil :)

    BalasHapus
  4. walah bos ko banyak bangets ngirimi konfirmasi blog'e ke email q
    cape dech...

    BalasHapus